Kira-kira awal Februari 2014 manuskrip awal Before Happiness memulai proses penyuntingan. Hal pertama yang diminta oleh editorku, Dedik Priyanto, adalah: meminimalisir penggunaan bahasa Inggris baik dalam dialog maupun narasi.
Kami sempat berdebat saat itu karena aku memilih mempertahankan walau dia keukeuh harus diubah. "Mending kamu sekalian bikin full bahasa Inggris saja," katanya saat itu. Karena sudah excited mau diterbitin, aku akhirnya setuju saja. Toh, demi kebaikan naskahku juga.
He's my editor: Dedik Priyanto, saat makan siang sambil ngobrolin perubahan-perubahan pada naskah |
Dalam proses 8 kali revisi itu, editorku yang rambutnya mirip Rangga di Ada Apa Dengan Cinta?, memintaku membuat naskah ini lebih drama dan emosional. Karena katanya, naskah berpotensi untuk bisa lebih mengaduk emosi pembaca. Setelah ngobrol ngalor ngidul, bertukar ide, sempat disuruh baca salah satu novel Windry Ramadhina dan baca cerpen Puthut EA, akhirnya aku tahu ke mana harus mengarahkan sisi sentimentil dari karakter utama yang tercipta.
Dampak dari perubahan-perubahan itu adalah masuknya bagian yang rencananya ada di sekuel; yakni setting Bangkok. Beruntung meski belum pernah ke sana, aku dibantu oleh teman yang mau-maunya direcoki malam-malam soal Bangkok dan sekitarnya. Dan setelah aku baca-baca lagi, naskahku memang menjadi lebih manis dan bikin galau. Seriously, aku sangat berterima kasih karena Mas Dedik jeli dalam membangun kekurangan naskahku, mengembangkan potensi karakter Happy menjadi lebih pedih, mengembangkan cerita supaya lebih drama namun tak over.
Ini saat pertemuan pertama membahas kekurangan naskah |
Oiya, kami juga sempat berdebat saat revisi akhir sampai-sampai Mas Dedik bilang: "Kalau kamu nggak nurut silakan cari editor lain". Padahal kalau diibaratkan seperti proses download film, saat itu filenya sudah 85% *ups, ketahuan sering unduh film*
Beruntung akhirnya semua selesai. Hanya tinggal menunggu proses setting dan pembuatan cover. Ya, ternyata beginilah proses revisi novel sebelum naik cetak itu. Ada dua kepala bertemu dan mereka harus saling memahami naskah agar layak dibaca begitu diedarkan.
Penampakan manuskrip awal saat dikirim ke penerbit |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar